RESUME UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2004
TENTANG PERIBANGAN KAUANGAN ANTARA KAUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH
1. Ketentuan Umum, Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwajudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas,
daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil
dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam
persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan
kewenangan yang seluas- luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau
bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota. Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil Pemerintah.Tugas Pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Pengeluaran Daerah
adalah uang yang keluar dari kas daerah. Pendapatan Daerah adalah hak
Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam
periode tahun bersangkutan. Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan. Pembiayaan adalah setiappenerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterimakembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaranberikutnya. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujuibersama oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, danditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumberdari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhanDaerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil adalah dana yangbersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkanangka persentase
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaanDesentralisasi. Dana
Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yangbersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataankemampuan keuangan antar-Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangkapelaksanaan Desentralisasi. Celah
fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan
kapasitas fiskal Daerah. Dana Alokasi Khusus,selanjutnya disebut DAK, adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yangdialokasikan kepada Daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pinjaman Daerah adalah
semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerimasejumlah uang atau menerima
manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani
kewajiban untuk membayar kembali. Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang
ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum dipasar modal. Dana Dekonsentrasi
adalah dana yang berasal dari APBN yangdilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah yang mencakup semuapenerimaan dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan Dekonsentrasi, tidaktermasuk dana yang dialokasikan untuk instansi
vertikal pusat di daerah. Dana TugasPembantuan adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh Daerahyang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan TugasPembantuan. Hibah adalah Penerimaan
Daerah yang berasal dari pemerintah negaraasing, badan/lembaga asing,
badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembagadalam negeri atau
perseorangan, baik dalam bentu devisa, rupiah maupun barangdan/atau jasa,
termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Dana
Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang
mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut RKPD, adalah dokumen
perencanaan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut Renja SKPD,
adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu)
tahun. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya
disebut RKA SKPD, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan penjabaran
dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakannya. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik Negara/Daerah.
2. Kebijakan Perimbangan Keuangan 1. Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara
sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah
kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu
sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi. Dana
Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah. Pinjaman Daerah bertujuan
memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan
Daerah. 2. Dasar Pendanaan Pemerintahan Daerah (Pasal 4) Penyelenggaraan urusan
Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai APBD.
Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka
pelaksanaan Dekonsentrasi didanai APBN. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang
dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka Tugas Pembantuan didanai APBN.3. Sumber
Penerimaan Daerah (Pasal 5) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi
terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah sebagaimana
dimaksud bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c.
Lain-lain Pendapatan. Pembiayaan sebagaimana dimaksud bersumber dari: a. sisa
lebih perhitungan anggaran Daerah; b. Penerimaan Pinjaman Daerah; c. Dana
Cadangan Daerah; dan d. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.4.
Pendapatan Asli Daerah (Pasal 6) PAD bersumber dari Pajak Daerah; Retribusi Daerah;
hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah.
Lain-lain PAD yang sah, meliputi: a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak
dipisahkan; b. Jasa giro; c. Pendapatan bunga; d. Keuntungan selisih nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing;dan e. Komisi, potongan, ataupun bentuk
lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
Daerah. Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang:a. Menetapkan Peraturan
Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; danb.
Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.
Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam
dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang. Ketentuan mengenai hasil pengelolaan
kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Dana Perimbangan 1. Jenis (Pasal 10) Dana Perimbangan
terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi
Khusus. Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana ditetapkan setiap tahun anggaran
dalam APBN. 2. Dana Bagi Hasil (Pasal 11) Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak
dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB); dan c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak d.
Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil yang bersumber
dari sumber daya alam berasal dari: a. kehutanan; b. pertambangan umum; c.
perikanan; d. pertambangan minyak bumi; e. pertambangan gas bumi; dan f.
pertambangan panas bumi. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB dibagi
antara daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah. Dana Bagi Hasil
dari penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan puluhpersen) untuk Daerah dengan
rincian sebagai : a. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsiyang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; b. 64,8%
(enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan c.
9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan. 10% (sepuluh persen) bagian
Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan
kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan,
dengan imbangan sebagai berikut: a. 65% (enam puluh lima persen) dibagikan
secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan b. 35% (tiga puluh
lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang
realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor
tertentu. Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80% (delapan
puluh persen) dengan rincian sebagai berikut: a. 16% (enam belas persen) untuk
daerah provinsi yangbersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
provinsi; dan b. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota
penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota. 20% (dua
puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi
yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. Penyaluran Dana Bagi Hasil
PBB dan BPHTB dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembagian
Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam ditetapkansebagai berikut:
a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah
Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk
Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. b. Penerimaan Kehutanan
yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh
persen) untuk Pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk Daerah. c.
Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah
dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. d. Penerimaan Perikanan yang
diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk
Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota. e.
Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan. f. Penerimaan
Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan
setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1) 69,5% (enam puluh sembilan
setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2) 30,5% (tiga puluh setengah persen)
untuk Daerah. g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah
yang bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi dengan
imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen)
untuk Daerah.
4. Dana Alokasi Umum (Pasal 27) Jumlah keseluruhan DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam
Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan
atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Proporsi DAU antara daerah provinsi
dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi
dan kabupaten/kota.
5. Dana Alokasi Khusus Besaran DAK ditetapkan setiap tahun
dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus dengan fungsi yang telah
ditetapkan dalam APBN. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi
kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan
Daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan dan karakteristik Daerah. Kriteria teknis ditetapkan oleh
kementerian Negara/departemen teknis.
6. Lain-lain Pendapatan Lain-lain Pendapatan terdiri atas
pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat.
7. Pinjaman Daerah Pemerintah menetapkan batas maksimal
kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan
keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal
kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud pada tidak melebihi 60% (enam puluh
persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan
menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara
keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.
Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
8. Sumber Pinjaman Pinjaman Daerah bersumber dari: a.
Pemerintah; b. Pemerintah Daerah lain; c. lembaga keuangan bank; d. lembaga
keuangan bukan bank; dan e. masyarakat. Pinjaman Daerah yang bersumber dari
Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber
dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.
9. Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman Jenis Pinjaman terdiri
atas a. Merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun
anggaran yang bersangkutan. b. Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman
Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban
pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain
harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala
Daerah yang bersangkutan. c. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah
dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali
pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi
pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian
pinjaman yang bersangkutan.
10. Penggunaan Pinjaman Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan
hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan
untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan.
Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang
menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib
mendapatkan persetujuan DPRD.
11. Persyaratan Pinjaman Dalam melakukan pinjaman, Daerah
wajib memenuhi persyaratan Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman
pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan
jaminan Pinjaman Daerah.
12. Prosedur Pinjaman Daerah.
13. Obligasi Daerah.
14. Pelaporan Pinjaman Pemerintah Daerah wajib melaporkan
posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap
semester dalam tahun anggaran berjalan. Dalam hal Daerah tidak menyampaikan
laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan.
15. Pengelolaan Keuangan Dalam Rangka Desentralilasi
Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. APBD,
Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, dan distribusi. Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Surplus
APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran
berikutnya. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan Keuangan Daerah. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, Pemerintah Daerah menyusun RKPD yang mengacu pada Rencana Kerja
Pemerintah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.
Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya
sejalan dengan RKPD kepada DPRD selambatlambatnya bulan Juni tahun berjalan.
DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan Pemerintah Daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Kepala Daerah
mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. DPRD bersama dengan Pemerintah Daerah
membahas Rancangan APBD yang disampaikan dalam rangka mendapatkan persetujuan.
Rancangan APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah
dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Pemerintah Daerah dapat
melakukan kerja sama dengan pihak lain atas dasar prinsip saling menguntungkan.
Dalam keadaan darurat, Pemerintah Daerah dapat melakukan belanja dari APBD yang
belum tersedia anggarannya. Perubahan APBD ditetapkan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Perubahan APBD hanya dapat
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan
luar biasa. Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud adalah keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
16. Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah menyampaikan
rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan
paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Laporan
keuangan setidaktidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri laporan keuangan
Perusahaan Daerah. Bentuk dan isi Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan.
17. Pengendalian Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal
jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD. Menteri Keuangan menetapkan kriteria
defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah setiap tahun
anggaran. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dapat dikenakan
sanksi berupa penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan.
18. Pengawasan dan Pemeriksaan Pengawasan Dana
Desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan Dana Desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
Keuangan Negara.
19. Dana Dekonsentrasi Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi
dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian
negara/lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah. Kegiatan
Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur.
Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga
yang berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di Daerah kepada DPRD.
20. Penganggaran Dana Dekonsentrasi Dana Dekonsentrasi
merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan
berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.
21. Penyaluran Dana Dekonsentrasi
22. Pertanggungjawaban dan Pelaporan Dana Dekonsentrasi
Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan
Dekonsentrasi kepada menteri negara/ pimpinan lembaga yang memberikan
pelimpahan wewenang. Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi secara nasional kepada
Presiden sesuai dengan peraturan perundangundangan.
23. Status Barang dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi.
24. Pengawasan dan Pemeriksaan Pengawasan Dana Dekonsentrasi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan Dana
Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
25. Dana Tugas Pembantukan Pendanaan dalam rangka Tugas
Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan Pemerintah melalui kementerian
negara/lembaga kepada Kepala Daerah.
26. Penganggaran Dana Tugas Pembantuan Dana Tugas Pembantuan
merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan
berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.
27. Penyaluran Dana Tugas Pembantuan Dana Tugas Pembantuan
disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara. Pada setiap awal tahun anggaran
Kepala Daerah menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana
kegiatan Tugas Pembantuan. Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas
pelaksanaan Tugas Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.
28. Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan Tugas
Pembantuan Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan
secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan
Desentralisasi. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh
pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada menteri negara/pimpinan lembaga
yang menugaskan. Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan secara nasional kepada
Presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
29. Status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan
30. Sistem Informasi Keuangan Daerah Pemerintah
menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerahsecara nasional, dengan tujuan
: a. merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional; b. menyajikan
informasi Keuangan Daerah secara nasional; c. merumuskan kebijakan Keuangan
Daerah, seperti Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan pengendalian defisit
anggaran; dan d. melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan
Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman Daerah, dan defisit
anggaran Daerah. Sistem Informasi Keuangan Daerah secara nasional sebagaimana
dimaksud diselenggarakan oleh Pemerintah.
31. Ketentuan Peralihan Peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah
masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
32. Ketentuan Penutup Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, maka: 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848) dinyatakan tidak berlaku. 2) Ketentuan
yang mengatur tentang Dana Bagi Hasil sebagaimana diatur dalam Undang- Undang
Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua
dinyatakan tetap berlaku selama tidak diatur lain. Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar